Langsung ke konten utama

Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela



Haloo lagi kawan, selamat datang kembali di blog ala-ala aduhaii ini, hehe...
Kali ini saya mau review buku, judulnya Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela.
Oke, tanpa banyak basa basi, Kita langsung mulai saja, check it out!

Buku ini saya pinjam dari sepupu, sepertinya sudah sangat lama buku ini nggak pernah dikeluarkan dari lemari. Baunya sudah seperti buku-buku yang sudah sangat tua, warna kertasnya pun mulai mencoklat. Saya tidak tau buku ini cetakan tahun berapa karena halaman awal-awal buku sudah hilang. Untunglah sampulnya masih utuh.

Buku ini pertama kali terbit di Jepang sekitar tahun 1980an. Baru kemudian diterbitkan dalan berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Nama penulisnya adalah Tetsuko Kuroyanagi. Bentuk buku ini sama seperti buku-buku biasa, ukuran kertas A5. Halamannya pun tidak banyak, hanya 271 halaman. 

Saya membaca buku ini sekitar 4 hari, rasanya lumayan cepat karena saya juga sedang membaca buku yang lain. Totto-Chan cuma buku selingan pikir saya kemarin-kemarin.
Membacanya pun sangat nyaman, ini karena ukuran tulisan yang lebih besar dari buku biasa. Buku ini bercerita tentang pengalaman penulis pada masa kecil yang sangat menarik, dituliskan secara sederhana namun mempunyai makna yang mendalam.

Totto-Chan adalah nama panggilan penulis sewaktu kecil. Ia adalah seorang anak yang punya rasa keingintahuan yang tinggi terhadap segala sesuatu. Dia ingin mencoba banyak hal, dia tidak mengenal batas-batas yang tidak boleh dilakukan kalau belum diberitahu. Sampai pada suatu hari Toto-Chan dikeluarkan dari sekolah dasarnya karena para guru sudah tidak sanggup menghadapi Totto-Chan yang "liar".

Cerita lalu dipusatkan pada sekolahnya yang ke-2. SD Tomoe Gakuen namanya. Sekolah didirikan oleh kepala sekolahnya yang bernama Mr. Kobayashi. Sistem belajar di sekolah ini berbeda dengan yang lain. Anak-anak dibiarkan bebas mau belajar apa, waktu istirahat lebih lama, dan sebagainya. Intinya, sekolah ini memberikan kebebasan kepada setiap anak untuk mengeksplor pelajaran yang mereka suka agar bisa berkembang secara alami.

Banyak cerita menarik terjadi di SD ini. Salah satu favorit saya adalah ketika Totto-Chan mencari dompetnya yang terjatuh di bak penampungan kotoran manusia. Ia menggunakan gayung untuk menguras dan memindahkan kotoran ke tanah, berharap jika isi bak itu dikeluarkan maka dompet kesayangannya akan ketemu.

Kepala sekolah memergoki peristiwa itu lalu membiarkan saja Totto-Chan melakukannya sampai selesai. Ia tidak terkejut, tidak menawarkan bantuan, apalagi memarahi Totto-Chan. Malah ia berkata pada Totto-Chan, "Kau akan mengembalikan lagi semuanya kalau sudah selesai, kan?" lalu Totto-Chan bilang "Iya" dan selanjutnya Totto-Chan benar-benar bertanggung jawab, ia mengembalikan semua kotoran manusia yang sudah dia keluarkan dari bak itu.

Terbayang jika saya sendiri yang memergoki peristiwa itu. Seorang anak kecil berumur 7 tahun memindahkan kotoran manusia dari bak penampungan tai ke tanah dengan gayung! Mungkin saya akan jijik, berteriak, atau malah memarahi anak itu lalu mengancamnya agar tak melakukannya lagi.

Tapi sikap kepala sekolah itu berbeda. Reaksinya saat itu dipandang positif oleh Totto-Chan. Totto-Chan merasa kepala sekolah telah mempercayainya dan membiarkannya bekerja keras untuk mendapatkan apa yang ia cari. Walaupunpada akhirnya dompet itu tidak ketemu, tapi Totto-Chan puas karena sudah mengerahkan semua tenaga. 

Di sekolah lain, mungkin Totto-Chan dicap sebagai anak nakal yang suka berbuat onar. Tapi di sekolah itu, semua anak diperlakukan dengan baik dan pada akhirnya semua anak di sekolah itu benar-benar menjadi baik, percaya diri, perduli sesama, dan kreatif.

Buku ini mengingatkan kembali pada naluri seorang anak saat bertumbuh. Mereka tidak harus banyak dibatasi dan dikekang oleh sistem pendidikan. Mereka bisa menjadi baik jika sistem pendidikan mengerti apa yang mereka butuhkan dan inginkan. Dan yang paling penting, bahwasannya semua anak terlahir berbeda, tidak usah menyeragamkan mereka apalagi memaksa mereka menjadi seperti yang orang dewasa inginkan. Mereka itu anak manusia, mereka juga punya jiwa dan punya keinginan sendiri.

Okesipp, sampai di sini dulu review-review ala-ala kali ini. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya... salam

Komentar