Oke, selamat datang kembali semuanya... kali
ini gue mau bercerita tentang sebuah keajaiban. Ya.. setidaknya bagi gue
sendiri ini adalah sebuah keajaiban. Disini gue akan menceritakan dua orang
yang sekarang sudah menjadi temen gue. Cerita ini adalah sejujur-jujurnya
cerita, gak ada nama yang disamarkan, gak ada waktu yang direka, dan gak ada
penambahan dan pengurangan fakta di dalamnya.
Kita mulai aja ya…
Begini, saat dulu gue baru masuk semester dua
gue bertemu seorang teman kelas yang bernama Oby. Si Oby ini, menurut gue, orangnya itu bisa diandalkan dan punya segudang ide, gagasan, trik, serta
keterampilan yang tentu saja membuat gue pengen banyak belajar dari dia. Tapi
sayang dia ini orang yang sibuk sekali, dia jarang berada di kampus karena
kabarnya dia juga bekerja.
Setiap bertemu dengan si Oby, ada-ada saja
pelajaran hidup yang bisa gue petik. Mulai dari bagaimana cara dia mengatur
waktu, bagaimana cara dia berkomunikasi, bagaimana cara dia memotivasi diri,
dan juga bagaimana perjuangannya belajar kepada guru-guru yang kedengarannya
sangat hebat itu. Ajaibnya, gue selalu termotivasi dan dirasuki semangat baru
setiap kali mendengarkan cerita-cerita si Oby.
Di dalam sebuah perkumpulan, misalnya di kelas,
pasti ada saja orang yang kerjanya selalu memperhatikan dan menganalisis
orang-orang di sekitarnya, biasanya juga orang seperti ini jarang berbicara. Peran
inilah yang selalu gue lakoni dimanapun gue berada. Dari sekian banyak orang yang
pernah gue perhatikan di kelas, ada tiga karakter yang gue favoritkan. Salah satunya adalah
Oby. Gue pernah berdoa dan memohon kepada Allah agar suatu waktu nanti gue bisa
berteman dengan si Oby.
Kenapa gue pengen
banget punya temen seperti dia? Ini karena ada yang bilang kalo kita berteman
dengan tukang sampah maka kita juga akan bau sampah. Pun jika kita berteman
dengan tukang minyak wangi, maka setidaknya kita juga akan ketularan wangi. Jika
ingin melihat siapa seseorang, lihatlah teman-temannya. Gue tentu saja pengen
bisa ketularan sifat-sifat yang dimiliki Oby.
Waktu itu gak mungkin baget sih sepertinya gue bisa berteman sama Oby. Kita tuh beda "kelas", beda tempat maen, beda frekuensi, beda level.
---------------------------
Memasuki semester keempat, gue lagi semangat-semagatnya nontonin video youtube tentang ceramah-ceramah keislaman. Lama-lama gue sampai pada satu titik yang membuat gue mikir, "oke, kalo gue mau jadi orang bener, gue harus berteman sama orang bener" dan mulailah gue nyari sosok orang "bener" ini di lingkungan sekitar. Lalu bertemulah gue kepada sosok Ami.
Selain terlihat pada sosoknya yang tentram, gue memandang si Ami ini karena dia dekat dengan banyak dosen dan karyawan di kampus. Otomatis gue juga mikir bahwa si Ami ini tentu saja dapat dipercaya. disamping itu, dia juga aktif di organisasi LDK dan sekaligus punya usaha sendiri buat nyari duit. Tapi sayang, gue cuma bisa memandang dia dari jauh, gue gak berani mendekat karena rasanya lagi-lagi gue beda kelas sama doi, beda kasta, beda pokoknya.
Gue bahkan gak berani ngajak dia kenalan karena gue malu, gue malu semalu-malunya karena apalah gue yang urakan dan gak banyak tau ini. Tapi dalem hati gue pengeeen banget bisa berteman sama dia. Waktu itu juga gak mungkin baget sih sepertinya gue bisa berteman sama Ami. Dia terlalu jauh buat gue kejar. Cuma ada satu yang gue lakukan waktu itu, apa lagi kalo bukan berdoa. Gue meminta kepada Allah agar suatu waktu nanti gue bisa berteman dengan si Ami.
Waktu itu sebenernya gue sempet bisa ngobrol sedikit dengan si Ami ini, itu juga berkat temen gue si Helsi yang sudah kenal dengan dia. Gue curhat kalo gue itu sedang gelisah dengan eksistensi gue, tapi sayangnya doi gak terlalu merespon. Mungkin karena doi juga super sibuk dan udah banyak yang dipikirin. Gue sih maklum aja, mungkin memang bukan jalannya gue bersama dia.
--------------------------
Di penghujung semester enam, gue terkaget dan merasa tertampar melihat foto Oby dan Ami dan satu orang teman mereka yang sedang berada di Malaysia dalam rangka mengikuti lomba bisnis tingkat internasional. Mennn... gile aje.. Oby dan Ami, dua orang yang gue kagumi, yang latar belakangnya beda, bisa bersatu dalam keadaan yang membuat gue iri begini? Disitu gue mikir, orang yang baik, entah bagaimana kodingnya atau bagaimana algoritmanya, akan selalu tersistem untuk berkumpul dengan orang baik juga. Buktinya terpampang nyata di depan mata gue. Oby dan Ami.
Lalu gue makin merasa malu, bahkan pada diri gue sendiri gue malu. Kenapa gue gak ada disana bersama mereka? Ya.. jelas karena gue gak satu kelas sama mereka, gue gak satu level.
---------------------------
Lalu beberapa minggu kemudian muncul broadcast di grup whatsapp yang menyampaikan kalo si Ami ini lagi ada projek. Dia butuh orang, lalu mendaftarlah gue. Pikiran gue waktu itu adalah, gue gak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Walaupun projeknya belum jelas tapi gue yakin aja, kalo ada Ami gue ikut.
Betapa terkejutnya gue saat rapat pertama projek itu. Disana ada Oby yang juga ikut. Gue mulai mikir lagi, kira-kira ini mau ngapain ya? kok ada mereka berdua? Sedangkan yang gue tau latar belakang mereka kayanya gak sama deh..
Singkat cerita, akhirnya berdirilah Lembaga Semi Otonom (LSO) baru di FEB UIN Jakarta. LSO di bidang kewirausahaan, Enterpreneur Learning Centre (ELC) namanya.
-----------------------------
Nah, kalo gue pikir-pikir lagi, jangan-jangan gue adalah orang yang paling berpengaruh dalam berdirinya LSO ini. Kok bisa ngerasa gitu? Karena, jangan-jangan, karena Allah mau mengabulkan doa gue dahulu, yang pengen banget berteman dengan Oby dan Ami, dari latar belakang kami yang berbeda, maka Allah takdirkan sedemikian rupa untuk disatukan dalam organisasi yang harusnya udah sejak zaman batu ada di FEB.
Kenyatannya, Allah itu sayang banget sama gue. Allah maha tau kapan waktu yang tepat untuk mengabulkan doa-doa yang diterbangkan hambanya ke langit. Seperti kutipan salah satu penulis favorit gue, "Tuhan tau, tapi Tuhan menunggu"
Komentar
Posting Komentar