Langsung ke konten utama

Cerita Lidah Dan Gigi


Suatu hari si Rafi meminta waktu khusus kepada Reza. Dia ingin membicarakan perihal masalah yang terjadi kemarin. Dia sudah membuat reza terluka, berdarah, menderita. Die berniat meminta maaf, dia merasa sangat bersalah.

Walaupun tidak melakukan kejahatan itu dengan sengaja, si Rafi siap menerima segala konsekuensi. Dia siap jika Reza tak mau lagi berteman dengannya, dia siap jika Reza memintanya pergi jauh dan tidak pernah kembali menemui Reza.

Perbincangan itu akhirnya terjadi. Rafi menjelaskan keadaan apa adanya, jujur tanpa direka-reka. Dia mengaku, tidak berkilah, tidak mengkambing hitamkan orang lain. Pokoknya dia pasrah pada semesta.

Ternyata Reza menerima. Reza memaafkan Rafi. Rafi heran bagaimana bisa si Reza memaafkannya dengan mudah, bagaimana bisa kesalahan itu tak mengubah sikap Reza terhadap Rafi. Harusnya Reza sudah sangat membenci Rafi, pikirnya.

Begini penjelasan Reza; hubungan persahabatan mereka itu bagaikan gigi dan lidah. Gigi tak sengaja menggigit lidah saat mereka mengunyah. Lidah memang kesakitan, memang berdarah, tapi ya sudah. Betul-betul "ya sudah", tidak apa-apa. Apakah lidah harus membenci gigi? Apakah gigi harus diusir pergi?

Seperti itulah cerita Reza dan Rafi, dua sahabat seperjuangan kala senang dan sedih, seperti cerita lidah dan gigi.

Komentar