Langsung ke konten utama

Telepati Tubuh


Pagi ini gue merindukan ibu. Gue jarang banget ketemu sama beliau. Jika dihitung-hitung dalam hampir 21 tahun kehidupan gue di bumi ini, mungkin cuma ada 8 tahun yang benar-benar gue habiskan tinggal bersama ibu dan bapak gue.

Semenjak gue bisa mengingat, gue tinggal bersama mereka sampai umur kurang dari 6 tahun. Gue pindah dan diasuh di rumah nenek sejak gue masuk sekolah dasar. Hanya sesekali gue pulang kerumah orang tua gue untuk berkunjung. Orang tua gue pun hanya sesekali menginap ke rumah nenek, hanya kalo ada acara-acara tertentu. Dan saat kenaikan kelas, kadang gue menghabiskan waktu libur di rumah orang tua.

Gue tinggal di rumah nenek sampai gue manamatkan pendidikan menegah pertama. Setelah itu gue tinggal di rumah tente gue, lagi-lagi tidak bersama kedua orang tua. Di masa bersama tante ini, gue mulai menggalau, masa SMA, gue mulai mempertanyakan dimana sebenernya rumah gue. Sampai sekarang pun masih belum gue temukan jawabnya. Apa sebenernya yang disebut rumah? Kemana gue bisa pulang? Karena sejatinya gue gak pernah merindukan satu rumah atau satu orang pun untuk dijadikan tempat pulang.

Gue pernah tidak bertemu kedua orang tua selama tiga tahun. Dan anehnya, gue tidak pernah merasa rindu kepada mereka. Gue selalu merasa baik-baik saja. Aneh memang.

Kini di umur gue yang sudah melewati angka 20, mulai terbesit keinginan untuk merindukan mereka, kedua orang tua yang sungguh gue gak tau apa yang mereka rasakan dan fikirkan tentang gue.

Gue berfikir betapa jahatnya sikap yang seperti itu, betapa gue tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan orang-orang istimewa itu. Gue pulang ke rumah mereka lebaran tahun ini, sebenernya itu rumah gue juga, tapi gue tidak merasakan rumah di rumah itu.

Dan gue makin merasa bersalah saat 20 hari tinggal bersama ibu. Semua kebiasaan buruk dan tak acuh yang gue perbuat terlihat jelas dampaknya pada ibu. Misalnya saat gue tak perduli makanan dan jadwalnya, ibu yang menanggung resikonya, beliau sakit perut dan kambuh penyakit magnya. Saat gue banyak begadang, ibu yang menanggung sakit kepala dan demamnya, saat gue tanpa pikir lagi mandi di pagi buta, ibu yang menanggung kedinginan dan menggigilnya.

Gue yang merusak tubuh sendiri, ibu yang merasakan sakitnya. Sejenis telepati tubuh yang sangat kuat antara anak-beranak ini. Well apakah ini cara Tuhan memaksa gue untuk hidup sehat? dengan cara memberikan akibat dari perbuatan buruk ini kepada orang yg gue sayang. Semoga tidak, semoga ini hanya kebetulan belaka. Biarlah gue yg menanggung apa yang gue perbuat, jangan orang lain, wabilkhusus ibu.

Dan ya, sekian dulu cerita-cerita kali ini, sampai ketemu di cerita-cerita selanjutnya..

Komentar