Langsung ke konten utama

TPQ



Mimpi apa aku semalam? Tak ku sangka, jalan kehidupan membawaku kembali lagi ke TPQ, sebagai murid, bersama anak-anak! Memang, ilmu itu ada dimana saja dan ada pada siapa saja, hanya saja aku benar-benar tidak kepikiran kalau aku akan berada di salah satu TPQ anak-anak!

Teringat dulu waktu aku pertama kali disuruh pergi mengaji oleh nenek. Saat itu umurku masih 5 tahun dan baru masuk SD. Sebenarnya dulu aku sudah memohon agar tidak disuruh mengaji, tapi nenekku itu, tak ada yang bisa menghalangi kehendak beliau.

Aku ketakutan saat pertama kali datang di tempat belajar mengaji. Kabarnya, kyai yang mengajar di sana galak sekali. Beliau tidak segan memukul para muridnya dengan rotan jika nakal, atau datang terlambat, atau berisik, atau tidak belajar dengan baik, atau bla bla bla, pokoknya kyai itu terkenal galak.

Aku menjadi murid terkecil waktu itu. Tapi aku tidak diperlakukan istimewa. Aku diperlakukan sama seperti murid-murid yang sudah lama belajar di sana. Aku sedikit kebingungan dan takut tidak bisa mengikuti ritme belajar di sana karena dari rumah pun aku sepenuhnya dilepas dan di tempat belajar mengaji aku tidak punya teman.

Kami mengaji dua kali sehari. Sore jam 3.30 sampai selesai sholat magrib, dan pagi sehabis subuh sampai jam 6. Pengajian libur pada sabtu sore dan minggu pagi. Pada hari minggu sore, ada yang belajar bacaan sholat dan ada yang belajar tajwid.

Minggu sore biasanya menjadi hari hisab atas dosa-dosa kami. Yang pernah datang terlambat minggu sebelumnya disuruh maju dan dirotan telapak tangannya sesuai akumulasi keterlambatan. Yang bertengkar sesama teman juga disidang dan dirotan. Yang tidak lancar hafalan, ketahuan mencuri buah-buahan tetangga, ketahuan berbuat tidak baik apapun itu, pasti disidang dan mendapat jatah rotan sesuai tingkat kenakalannya.

Well, aku, di luar ekspektasi, ternyata bisa menyesuaikan diri dengan baik. Aku tidak pernah terlambat dan jarang sekali kena rotan. Paling hanya beberapa kali karena tidak hafal bacaan sholat. Aku juga bisa belajar dengan baik. Dari belum tau apa-apa aku jadi bisa membaca Al-Qur'an, hafal beberapa surah pendek, bisa berwudhu dan sholat, dan punya beberapa teman.

Aku berhenti mengaji saat kelas 4 SD. Aku lanjut belajar Al-Qur'an dengan nenek. Beberapa bulan setelah itu nenek meninggal, dan aku tidak pernah belajar Al-Qur'an lagi kecuali di sekolah, di pelajaran PAI.

Lama berselang. Tiga tahun lalu,  tepatnya akhir tahun 2018, aku ikut belajar Al-Qur'an di masjid Al-Mujahidin Pamulang. Aku gelagapan saat placement test, bacaanku hancur, tajwidnya tak karuan. Karena ilmu Al-Qur'an yang aku punya memang sangat minim. Meski aku lulusan MAN dan mahasiswa UIN, ya gimana sih orang yang nggak familiar dengan Al-Qur'an? ya.. gitulah..

Bacaan Al-Qur'anku lumayan berkembang saat belajar di Al-Mujahidin. Ternyata kesukaanku pada membaca buku membantuku menyukai Al-Qur'an. Aku mulai menyukai Al-Qur'an dari potongan-potongan ayat yang indah. Aku sering menuliskannya di buku catatan, sama seperti ketika aku menemukan potongan kalimat indah atau kata-kata berkesan saat sedang membaca buku. Aku mulai mengakrabkan diri dengan Al-Qur'an dan mulai mempelajari dan mengkaji isi Al-Qur'an secara mandiri, dibantu oleh ustad-ustad terkenal (di youtube, hihi). 

Sekarang aku baru punya keyakinan bahwa Al-Qur'an jauh lebih besar daripada yang aku tau saat ini. Aku yakin bahwa Al-Qur'an benar-benar datang dari sang pencipta untuk menuntun jalan hidup manusia. Ya, aku punya keyakinan itu walau masih jauh sekali pemahamanku terhadap Al-Qur'an.

Sampai hari ini, dan mudah-mudahan sampai aku bertemu ajalku nanti, aku ingin selalu dekat dengan Al-Qur'an, dituntun hidupku oleh Al-Qur'an dalam Islam. Dan semoga Allah ridho padaku.

Kembali lagi ke TPQ anak-anak, ini adalah satu taman pendidikan Al-Qur'an yang berada dekat dengan tempat tinggalku saat ini. Hanya berjarak satu blok. TPQ Ibnu Syifa namanya.

Aku diminta ikut belajar di sana oleh kakak sepupuku, bersama keponakan-keponakanku. Awalnya aku ragu, karena itu adalah TPQ anak-anak dan remaja. Aku malu karena akan menjadi murid yang paling tua. Tapi, bukankan air itu mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah? Dan bukankah ilmu itu hanya bisa didapat oleh mereka yang mau merendahkan hatinya untuk belajar?


Komentar