Minggu ini aku membaca sebuah buku tulisan pak Marc Reklau. Sejauh ini, satu topik yang menarik adalah tentang monster penghambat yang ada di dalam diri kita. Katanya setiap orang punya monster penghambat masing-masing. Dan bagiku, salah satu monsterku adalah pesimis.
Rasanya, semakin banyak aku belajar, hidup ini semakin menakutkan. Aku takut pada perubahan yang tak pernah memelankan pedal gasnya. Aku takut pada manusia-manusia yang semakin hilang kesadaran, larut dengan hiruk pikuk dunia. Aku takut pada ledakan-ledakan yang terus bermunculan belakangan ini. Mereka cepat sekali, dan berat rasanya untuk menyesuaikan diri sambil tetap waras.
Saat ini, semakin banyak aku belajar, aku jadi semakin pesimis. Semakin takut untuk bersuara dan memunculkan diri. Aku takut salah, takut tidak relevan, takut tertinggal.
Aku sangat tidak percaya diri dan merasa kecil. Ah, siapalah aku yang hanya satu diantara 7,8 milyar manusia lainnya? Dan siapalah aku diantara seluruh manusia yang pernah hidup di bumi ini selama puluhan ribu tahun?
Tapi, rasa pesimis ini hanyalah sebuah perasaan. Ia ada karena aku memunculkannya. Ya, mungkin tak sengaja, tapi bagaimanapun ada peranku pada kemunculannya. Pesimis bukalah hal yang baik, ia menghambat kehidupanku. maka dari itu aku ingin menghilangkannya.
Dan seperti perasaan-perasaan negatif lainnya, pesimis ini kuat sekali. Ia membuatku susah menguasai pikiranku dan ia mengacau balaukan emosi-emosiku. Aku tidak bisa mencegah ia muncul di pikiran ini, dan aku seperti tidak berdaya untuk mengusirnya.
Untunglah kata pak Reklau, monster-monster ini membutuhkan kita untuk memberi mereka makan agar mereka dapat bertahan hidup. Jika kita tidak memberi mereka makan, mereka akan lapar dan mungkin akan angkat kaki.
Di sanalah peran dan kekuatan kita. Kita tidak mampu mencegah monster bermunculan atau mengusir mereka, tetapi kita memiliki kuasa untuk berhenti memberi mereka makan.
Dalam kasus ini, aku mendaftar apa saja yang biasanya membuatku berkecil hati dan pesimis. Diantaranya adalah, aku belajar banyak hal secara sendirian ditambah tidak memiliki lingkaran teman diskusi. Aku menelan semua informasi dengan sudut pandang ku sendiri.
Selanjutnya, jika aku ingin menghilangkan rasa pesimis ini, langkah tepat yang patut dilakukan adalah mencari teman dan mentor. Menemukan atau membuat tempat dimana aku bisa belajar dan berdiskusi mengenai apapun. Karena ternyata penting sekali untuk berjamaah dan berkomunitas.
Mengutip ceramah ustad Felix mengenai pohon dan hutan. Jika sebatang pohon hidup sendirian, secara alami dia akan menderita. Sedangkan kalau berjamaah, seperti di hutan, dia akan kuat dan memberikan manfaat jauh lebih banyak daripada jika dia sendirian.
Komentar
Posting Komentar